Oleh:
Setiya Nur Kartika
Hari pertama liburan, aku mengelilingi
ibukota provinsiku, singgah di lorong-lorong kontrakan yang lumayan elit bagiku
karena memang aku adalah mahasiswi beruntung yang masih bisa melanjutkan
pendidikan di kala banyaknya kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Setelah
beberapa menit aku mengelilingi kota yang terkenal dengan wingko babat itu
dengan menggunakan angkutan umum, akupun turun tepat di depan toko buku yang
cukup terkenal. Sudah lama aku ingin mengunjungi toko buku tersebut namun belum
pernah tercapai. Dan kali ini aku
bisa mewujudkan keinginanku yang sudah lama aku pendam. Berjam-jam aku berada
di dalam bookstore yang banyak
diminati mahasiswa di kotaku itu. Disana aku membeli transfer paper yang akan kugunakan untuk label produk buatanku.
Hari kedua aku masih berada di kota
lumpia itu. Disana aku hanya singgah sebentar saja. Aku membeli rumah senilai
lima ratus juta rupiah sementara harga pasaran untuk tipe dan luas tanah yang
sama adalah enam ratus juta rupiah. Lalu aku berjalan-jalan mengelilingi rumah
tersebut. Perjalanan ini kulakukan bersama Ridwan Raharjo dalam bukunya yang
berjudul Jawara Kos dan Rumah Kontrakan. Di buku tersebut aku belajar bahwa
tanpa harus ikut seminar, tanpa harus ikut pendampingan, langsung bisa
menjalankan usaha properti tanpa tapi-tapian, yang penting punya niat dan
fokus.
Hari ketiga aku melanjutkan perjalananku
ke kota batik. Aku mengunjungi salah satu pusat perbelanjaan yang cukup
terkenal yakni International Batik Center.
Disana banyak terdapat kios-kios yang menjual bermacam-macam barang bermotif
batik, seperti kemeja batik, tas batik, sandal batik, selimut batik, dsb.
Kemudian aku melanjutkan perjalananku menuju tempat pembuatan batik. Pemilik
galeri batik tersebut dengan sabar mengajariku belajar membuat batik tulis
secara cuma-cuma. Tak pernah kubayangkan, aku bisa membuat hasil karya
sekaligus hasil kebudayaan negaraku yang diakui dunia itu meskipun masih dalam
tahap belajar.
Hari berikutnya aku ke Slawi. Disana aku
hanya singgah sebentar saja karena memang tujuanku tak banyak, hanya untuk
membeli mesin jahit mini portable seharga
dua ratus ribu rupiah yang kutemukan di salah satu jejaring sosial yang
menyediakan jasa jual beli cepat, mudah, dan tak perlu waktu yang cukup lama. Dua ratus ribu rupiah, harga yang
menurutku pas dengan dompetku. Belum sempat aku sampai di tempat tersebut,
tiba-tiba ponselku bergetar. Sang penjual tersebut memberitahuku bahwa mesin
jahit tersebut sudah terlebih dulu dipesan oleh orang lain. Akhirnya dengan
berat hati aku melanjutkan perjalanan liburanku.
Setelah setengah hari aku di kota ayu,
aku pindah berpetualang ke ibukota negaraku. Disana aku menikmati ramainya kota
metropolitan dan segala yang berhubungan dengan kota serba antre tersebut. Makan di restoran harus
antre, membeli tiket harus antre, bahkan untuk buang airpun harus antre.
Disanalah aku mengetahui mengapa Jakarta memiliki fasilitas lengkap yang belum
tentu sama dengan apa yang dimiliki kota lain. Disanalah aku mendapatkan mesin heat press yang sudah lama aku
idam-idamkan dan yang pasti tidak bisa kutemukan di kota kelahiranku. Hatiku
semakin berbunga-bunga tatkala penjual mesin tersebut memberiku diskon sebesar
20%.
Itulah cerita liburan semesteran
yang kuhabiskan dengan melakukan wisata bersama buku bacaan dan netbookku. Semua ini nyata kulakukan dan
aku mempunyai bukti yang tidak bisa diragukan lagi. Tak mungkin kulalui semua
kota itu dengan uangku ataupun orang tuaku. Pekerjaannya saja hanya seorang PNS
dan produsen shuttlecock. Sebagian
pendapatannyapun digunakan untuk membiayai pendidikan keempat anaknya yang dua
diantaranya mengenyam pendidikan tinggi dan akulah salah satunya. Namun dengan
buku yang kudapatkan di toko buku di salah satu pusat perbelanjaan di
kotaku dan modem pemberian orang tuaku membuatku bisa mengunjungi kota-kota
besar tersebut meskipun dalam imajinasi.

0 komentar:
Posting Komentar